profil

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Prodi PGMI 2012

Senin, 01 Desember 2014

Tugas Aplikom 10




PERAN ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN ANAK
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Karya Tulis Ilmiah
Dosen Pengampu: Syamsul Ma’arif M.Ag

Disusun Oleh:

Diasih Azzahra                 123911122

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
  1. PENDAHULUAN
Pendidikan bukan hanya ada di sekolah saja tetapi pendidikan itu bisa dengan membimbing dan mengarahkan anak kepada norama-norma agama dan adab sopan santun dalam kehidupannya nanti di masyarakat. Dengan bimbingan dan pengarahan yang baik dari orang tua terhadap anak sejak usia dini maka diharapkan setelah dewasa nanti segala tindakannya akan selalu didasari dengan nilai-nilai agama.
Sekarang ini banyak sekali para orang tu yang kurang memperhatikan dan megarahlan anaknya, justru mereka sibuk dengan kepentingannya sendiri sehingga lupa dengan kewajibannya sebagai orang tua yang sangat di butuhkan oleh seorang anak. Keutuhan orang tua juga merupakan salah satunya untuk mendukung pendidikan seorang anak, karena itu akan membuat seorang anak merasa mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terapi tidak menutup kemungkinan bagi seorang anak yang tidak memiliki orang tua yang utuh masih bisa mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, itu semua tergantung dari masing-masing individunya.
  1. RUMUSAN MASALAH
A.    Apakah peran atau posisi keluarga dalam menentukan pendidikan anak?
B.     Bagaimana pola asuh orang tua dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar pendidikan untuk anak?
C.     Bagaimana pendidikan karakter bagi anak?
  1. PEMBAHASAN
A.    Peran orang tua dalam menentukan pendidikan anak
Pendidikan umum dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian keluarga merupakan salah satu lembaga yang mengemban tugas dan tanggung jawab dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Pribadi yang memiliki dasar dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri berarti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral. Sehubungan dengan itu, disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan nilai nilai moral untuk diinternalisasi oleh subjek didik sebagai dasar dasar untuk mengarahkan prilakunya. Untuuk mengupayakan hal itu orang tua dituntut untuk memiliki keterampilan pedagogis dan proses pembelajaran pada tataran tertinggi. (wayson, 1985: 228)
Orang tua dapat meralisasikannya dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang di hayati oleh anak anak agar memiliki dasar dasar dalam mengembangkan disiplin diri. Dengan upaya ini berarti orang tua telah merealisasikan pelaksanaan undang-undang no 11 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional (UUSPN).  Yang menyebutkan : pendidkan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, ketrampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan masyarakat, bervbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-atuaran pergaualn, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan Negara. Artinya tanggung jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk melaksanakan hubungna dengan tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesame manusia, dan lingkungna alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti di atas, berarti mereka telah mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya. (wayson, 1985 :229)
Orang tua yang bersikap otoriter dan yang memberikan kebebasan penuh menjadi pendorong bagi anak untukberprilaku agresif. Orang tua yang bersikap demokratis tidak memberikan andil terhadap prilaku anak untuk agresif dan menjadi pendorong terhadap perkembanagn anak  kea rah yang positif.
Hubungan antara prilaku agresif dengan disiplin diri adalah bahwa anak-anak yang memiliki disiplin diri diupayakan melalui kultur, situasi, dan kondisi yang mencerminkan nilai-nilai moral dan demokratisasi dalam kehidupan keluarga sehingga tidak ada kesempatan untuk memiliki prilaku agresif dan lingkungan eksternal ditata oleh orang tua yang memberikan dukungannya. Slah satu nilai moral yang diupayakan untuk dimiliki anak dalam prilaku berdisiplin diri adalah nilai moral social yang merupakan esensi untuk mencegah prilaku agresif. [1]
Dalam situasi pergaulan ditemukan momen kepercayaan sebagai syarat teknis terciptanya situasi pergaulan itu sendiri. Sementara dalam situasi pendidikan ditmukan pengubahan, penjelmaan, atau trasformasi kepercayaan menjadi kewibawaan. Selanjutnya telah dijelaskan bahwa kepercayaan adalah prototipe yang akan berkembang menjadi kewibawaan jika situasi pergaulan diubah menjadi situasi pendidikan.[2]
B.     Pola asuh orang tua dalam membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar pendidikan untuk anak.
Pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap penataan : lingkungan fisik, lingkungan social internal dan eksternal, dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis, social budaya, prilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya “pertemuan” dengan anak-anak, control terhadap prilaku anak-anak, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berprilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak.
Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang tua dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembanagan dasar-dasar disiplin diri, menunjukkan adanya kebutuhan internal : tingkat rendah, manakala anak membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar dasar disiplin diri (berdasarkan nalar) dan tingkat tinggi, manakala anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan bantuan serta control orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).[3]

C.     Pendidikan karakter bagi anak
Dalam pendidikan karakter, anak memang sengaja dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai kebaikan sekaligus mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan sekitar, bangsa, negara maupun hubungan internasional sebagai sesama penduduk dunia.
Diantara karakter baik yang hendaknya dibangun dalam keperibadian anak adalah bisa bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa, bisa berfikir secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk, mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap adil.
Menurut Suyanto, setidaknya terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal sebagai berikut :
1.      Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
2.      Kemandirian dan tanggungjawab
3.      Kejujuran atau amanah
4.      Hormat dan santun
5.      Dermawan, suka menolong, dan kerjasama
6.      Perrcaya diri dan pekerja keras
7.      Kepemimpinan dan keadilan
8.      Baik dan rendah hati
9.      Toleransi, kedamaian, dan kesatuan[4]
Kesembilan pilar karaktersebagaimana di atas hendaknya diajarkan secara sistematisdalam model pendidikan yang holistik. Apabila kesembilan karakter tersebut benar-benar dipahami, dirasakan, kebaikan dan perlunya dalam kehidupan, dan diwujudkan dalam prilaku sehari-hari, inilah sesungguhnya pendidikan karakter yang diharapkan. Sebagaimana pilar karakter yang pertama, yakni cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Pilar ini adalah yang paling penting dalam kehidupan manusia. Apabila seseorang bisa mencintai tuhannya, kehidupan akan penuh dengan kebaikan. Apalagi, cinta kepada tuhan ini juga disempurnakan dengan mencintai ciptaan-Nya. Ciptaan tuhan adalah seluruh alam semasta dan isinya. Dengan demikian, mencintai ciptaan-Nya berarti mencintai sesama manusia, hewan, tumbuhan, atau seluruh alam ini. Orang yang mempunyai karakter demikian akan berusaha berprilaku penuh cinta dan kebaikan. Bila demikianadanya, betapa indahnya hidup ini.
Pilar yang keduaadalah kemandirian dan tanggung jawab. Setelah mencintai tuhan dan ciptaan-Nya, karakter mujlia yang harus dibangun adalah kemandirian dan tanggungjawab. Banyak sekali orang melakukan perbuatan tidak menyenangkan orang lain, bahkan merugikan banyak pihak karena seseorang tidak mempunyai sifat kemandirian. Demikian pula dengan tanggung jawab, sungguh inilah hal mendasar yang harus dimiliki setiap manusia. Tanpa tanggung jawab, manusia tak lebih hanyalah sosok yang tidak berguna akal sehatnya. Oleh karena itu, setiap orang harus mempunyai rasa tanggung jawab ini minimal bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Setelah orang mempunyai jiwa kemandirian dan bertanggung jawab, pilar karakter yang harus dibangun dalam diri anak adalah kejujuran dan sekaligus berjiwa amanah. Kejujuran dan berjiwa amanah ini adalah kunci sukses seseorang dalam menjalin hubungan dengan siapa pun. Barangsiapa yang mengabaikan kejujuran, apalagi tidak berjiwa amanah, akan ditinggalkan atau tidak disukai oleh sahabat dan kenalannya.
Pilar karakter yang keempat adalah hormat dan santun. Inilah karakter penting yang harus ada dalam diri manusia agar dapat menjalin kerjasama dalam kehidupan yang damai dan menyenangkan. Manusia yang tidak mempunyai rasa hormat dan sopan santun, tentu akan sulit menjalin hubungan dalam pergaulan. Orang yang demikian akan dijauhi oleh orang lain karena dinilai angkuh dan sombong. Oleh karena itu, pendidikan perlu membangun karakter anak didiknya agar mempunyai sifat hormat dan santun dalam pergaulan. Dengan demikian, mereka akan menjadikan pribadi-pribadi yang menyenangkan.
Pilar karakter kelima yang harus dibangun dalam pendidikan adalah dermawan, suka menolong, dan kerja sama. karakter dermawan dan suka menolong adalah kemuliaan yang ada dalam diri manusia. Hanya orang-orang yang berjiwa besar yang mempunyai sifat bisa dermawan dan suka menolong. Sifat ini tidak mengharuskan seseorang untuk menjadi kaya terlebih dahulu baru bisa dermawan dan suka menolong. Orang yang tidak kaya pun bisa mempunyai sifat yang mulia ini.
Pilar karakter keenam yang harus dibangun adalah percaya diri dan pekerja keras. Inilah hal yang sangat penting agar seseorang dapat memperoleh apa yang diinginkan, mencapai segala sesuatu yang menjadi impiannya, atau meraih cita-cita yang mulia dalam kehidupan ini. Tanpa mempunyai kepercayaan diri yang kuat, seorang akan mudah ragu-ragu dalam melangkah.inilah penyakit hati yang sering membuat seseorang gagal dalam setiap usaha yang dilakukannya atau bahkan seseorang tak pernah jadi melangkah karena selalu saja disergap keraguan. Dengan demikian, karekter percaya diri harus dibangun dalam diri anak semenjak dini. Agar kepercayaan diri yang dimiliki oleh anak semakin memperkuat karakter sebagai insan yang sukses, perlu dibangun bersamaan dengan karakter sebagai pribadi yang pekerja kerasa. Dengan demikian, denagn dua karakter tersebut, anak akan menjadi pribadi yang tangguh dan tak mudah menyerah dalam setiap melakukan sebuah usaha di kehidupan.
Pilar karakter yang ketuju adalh kepemimpinan dan keadilan. Seetiap manusia pasti akan menjadi pemimpin entah itu menjadi pemimpin bagi keluarganya, anak-anaknya, lingkungan temoat tinggal, negara, perusahaan, kelompok, organisasi, atau bahkan pemimpin bagi dirinya. Dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara, kebutuhan akan pribadi-pribadi yang mempunyai karakter kepemimpinan dan keadilan sangatlah diharapkan. Tanpa kepemimpinan dan keadilan, alamat negara akan menuju kehancuran.
Pilar karakter yang kedelapan adalah baik dan rendah hati. Inilah hal yang sangat penting dimiliki oleh setiap orang-orang yang terdidik, yangkni memiliki karakter baik dan rendah hati. Apabila orang-orang yang terdidik tidak mempunyai karakter yang baik dan rendah hati, akan banyak kerusakan terjadi di muka bumi. Pendidikan hany bisa mencetak manusia-manusia yang cerdas secara intelektual, namunberkarakter buruk dan mempunyai prilaku yang sombong kepada orang lain.
Pilar karakter yang kesembilan adalah toleransi, kedamaian, dan kesatan. Inilah hal yang sangat penting untuk membangun kehidupan bersama yang damai dan menyenangkan. Sungguh, pilar karakter yang kesembilan ini penting sekali, apalagi bila akhir-akhir memerhatikan kekerasan yang sering terjadi di negeri ini. Oleh karena perbedaan pendapat, antar kampung bisa saling tawur hingga mnimbulkan korban, tidak hanya korban harta dan benda, bahkan nyawa oleh karena perbedaan keyakinan, sekelompok tertentu yang merasa benar dan terganggu oleh kelopmok lainnya akhirnya menyerang. Oleh karena itu pendidikan bertanggung jawab untuk bisa membangun pilar karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan dalam diri setiap anak didiknya.[5]
Kesmbilan pilar karakter tersebut tersebut hendaknya menjadi dasar pendidikan karakter sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas. Betapa penting masa kanak-kanak tersebut untuk membangun pilar karakter yang baik bagi anak. Setelah pada masa usia emas, peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usaia 8 tahun, sedangkan yang 20%sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memrhatikan masa kanak-kanak sebagai usia yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai, membangun kesadaran, dan mengembangkan kecerdasannya.
Denagn demikian, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan, kesadaran dan tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut.
  1. KESIMPULAN
Pribadi yang memiliki dasar dasar dan mampu mengembangkan disiplin diri berarti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral. Sehubungan dengan itu, disiplin diri dibangun dari asimilasi dan penggabungan nilai nilai moral untuk diinternalisasi oleh subjek didik sebagai dasar dasar untuk mengarahkan prilakunya. Untuuk mengupayakan hal itu orang tua dituntut untuk memiliki keterampilan pedagogis dan proses pembelajaran pada tataran tertinggi.
Dalam situasi pergaulan ditemukan momen kepercayaan sebagai syarat teknis terciptanya situasi pergaulan itu sendiri. Sementara dalam situasi pendidikan ditmukan pengubahan, penjelmaan, atau trasformasi kepercayaan menjadi kewibawaan. Selanjutnya telah dijelaskan bahwa kepercayaan adalah prototipe yang akan berkembang menjadi kewibawaan jika situasi pergaulan diubah menjadi situasi pendidikan.
Pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan terhadap penataan : lingkungan fisik, lingkungan social internal dan eksternal, dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis, social budaya, prilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya “pertemuan” dengan anak-anak, control terhadap prilaku anak-anak, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berprilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak.
Diantara karakter baik yang hendaknya dibangun dalam keperibadian anak adalah bisa bertanggungjawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa, bisa berfikir secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja, rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban, berhati-hati, bisa mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang buruk, mempunyai inisiatif, setia, menghargai waktu, dan bisa bersikap adil.
Menurut Suyanto, setidaknya terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal sebagai berikut :Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya, Kemandirian dan tanggungjawab, Kejujuran atau amanah, Hormat dan santun, Dermawan, suka menolong, dan kerjasama, Percaya diri dan pekerja keras, Kepemimpinan dan keadilan, Baik dan rendah hati, Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
  1. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari makalah yang kami susun jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.




[1] Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta: Peerbit Rineka Cipta, 2010)  hlm 2-5
[2] Sahlan Syafei,Bagaimana Anda Mendidik Anak, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2005) hlm 27.
[3] Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta :Penerbit Rineka Cipta, 2010 ) hlm 15-16.
[4] Akhmad Muhaimin Azzet,Urgensi Pendidikan Karakter Indonesia, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013) hlm 29
[5] Akhmad Muhaimin Azzet,Urgensi Pendidikan Krtakter di Indonesia, ( Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013) hlm 30-34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar