profil

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Prodi PGMI 2012

Kamis, 19 Juni 2014

Tugas Aplikom 5

MAKALAH IPA MI

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) membutuhkan metode yang tepat. Kesalahan menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan. Selain itu juga mengakibatkan rendahnya kemampuan nalar peserta didik dalam pembelajaran.
Hal ini terjadi karena peserta didik kurang dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung berpusat pada pendidik dan klasikal. Kurangnya pelatihan menganalisis masalah, menyampaikan ide untuk menjawab pertanyaan juga menambah daftar panjang kekurangan sistem pendidikan yang ada.
Maka dari itu, pendekatan pembelajaran CTL perlu diberikan oleh pendidik dalam proses belajar. Jika belajar dengan pendekatan ini, maka siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan rasional.
Disamping itu, pendekatan ini diharapkan mampu menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis, logis, dan analitis. Oleh karena itu, peserta didik harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berfikir secara kritis dan mandiri. Maka dari itu dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Pendekatan CTL atau Contextual Teaching and Learning.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari  CTL?
2.      Apa asas-asas dari CTL?
3.      Bagaimana peran pendidik dan peserta didik dalam CTL?
4.      Apa kelebihan dan kelemahan CTL?
5.      Bagaimana langkah-langkah pembelajaran dalam CTL?

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian dari  CTL
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan warga sekolah masyarakat.[1]
Contextual teaching and Learning (CTL) adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas pendidik yaitu membantu peserta didik agar mencapai tujuannya dengan cara mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Sesuatu yang baru itu didapat dari penemuan peserta didik sendiri, bukan dari kata pendidik.
Ada tiga hal yang harus dipahami dalam pembelajaran CTL. Berikut adalah uraiannya
a.         CTL menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi. 
b.         CTL mendorong peserta didik  untuk menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. 
c.         CTL mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan.


2.         Asas-Asas dari CTL
CTL sebagai pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL[2] seperti:
a.         Kontruktivisme (Constructivism)
Landasan berfikir (filosofi) dalam CTL yaitu pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Oleh karena itu, strategi dalam mengajarkan siswa harus menghubungkan antara konsep dan kenyataan dibanding dengan penekanan pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
 Oleh karena itu, guru harus memiliki bekal wawasan yang luas sehingga mudah memberi ilustrasi, mengunakan sumber belajar dan media yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan pengalamannya.
b.         Menemukan (Inquiry)
Upaya menemukan dan memberikan penegasan bahwa antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan lainnya diperlukan bukan hanya hasil dari mengingat seperangkat fakta, tetapi menemukannya sendiri.
Hasil pembelajarannya pun merupakan hasil dan kreatifitas siswa sendiri akan lebih bertahan lama diingat mereka dibandingkan dengan pemberian guru tanpa mereka mencari tahu asal mulanya ilmu tersebut.
c.         Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari bertanya. Oleh karna itu, bertanya merupakan strategi dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik.
Pertanyaan yang baik tersebut akan mendorong peningkatan kualitas dan produktifitas dalam pembelajaran. Pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
d.        Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar tersebut membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.
Penerapan pembelajaran di kelas banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangakan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan sumber belajar secara luas, tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di dalam kelas akan tetapi sumber manusia lain di luar kelas.
e.         Permodelan (Modelling)
Pembuatan model dapat dijadikan sebagai alternative untuk mengembangkan pembelajaran agar memenuhi harapannya secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru. Guru bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru tertutupi oleh model, sekaligus mencukupi kebutuhan siswa yang heterogen.
f.          Reflection (Refleksi)
Cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Selain itu, refleksi juga berfikir kebelakang tentang apa yang dilakukan dimasa lalu, siswa mengedepankan yang dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru dan merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
 Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan diminati ketika seorang siswa berada di dalam kelas, akan tetapi begaimana cara membawa pengalaman tersebut keluar kelas hingga aplikasinya.
g.          Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian merupakan bagian integral dari pembelajaran dan bertujuan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajarn melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan data dan informasi yang memberikan gambaran atau petunujk terhadap pengalaman belajar siswa.
Oleh karna itu guru akan mengetahui kemajuan, kemunduran, dan kesulitan siswa dalam belajar, dan guru akan memiliki kemudahan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses bimbingan belajar dalam langkah selanjutnya.
3.         Peran Guru dan Siswa Dalam CTL
Setiap siswa mempunyai banyak cara untuk belajar. Pebedaan itu terbagi menjadi tiga tipe gaya belajar seperti tipe visual, auditorial, dan kinestetik. Tipe visual yaitu pola belajar dengan menggunakan indera penglihatan jika tipe auditorial adalah pola belajar dengan menggunakan alat pendengarannya, sedangkan tipe kinestetik adalah pola belajar dengan menggunakan gerak, bekerja, dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, guru perlu menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru jika menggunakan pendekatan CTL[3]:
a.         Siswa dalam pembelajaran kontektual di pandang sebagai individu yang sedang berkembang.
b.         Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.
c.         Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal yang baru dengan hal yang sudah diketahui.
d.        Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang sudah ada atau proses pembentukan skema baru, dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
Selain itu guru harus mengetahui enam unsur kunci dalam pendekatan CTL dibawah ini[4]:
1.      Pembelajaran bermakna.
Pemahaman relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
2.      Penerapan pengetahuan.
Kemampuan untuk melihat yang dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan di masa sekarang dan akan datang.
3.      Berpikir tingkat lebih tinggi.
Siswa dilatih berpikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
4.      Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar.
Konten pengajaran yang berhubungan dengan rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi dan industri.
5.      Responsif terhadap budaya.
Pendidik harus memahami dan menghormati nilai, keyakinan dan kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat.
6.      Penilaian autentik.
Penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.

4.         Kelebihan dan Kelemahan CTL
Dibawah ini adalah kelebihan dan kelemahan pendekatan pembelajaran CTL[5]:
A.       Kelebihan Pendekatan Pembelajaran CTL.
1.        Memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga siswa terlibat aktif dalam KBM.
2.        Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif.
3.        Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
4.        Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
5.        Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
6.        Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
7.        Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
B.       Kelemahan Pendekatan Pembelajaran CTL.
1.        Dalam pemilihan informasi atau materi  dikelas didasarkan pada kebutuhan  siswa.  Padahal tingkat kemampuan siswanya berbeda sehingga guru akan mengalami kesulitan ketika menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
2.        Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang lama dalam KBM.
3.        Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
4.        Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran.
5.        Tidak semua siswa dapat menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dengan penggunaan model CTL ini.
6.        Kemampuan setiap siswa berbeda, terkadang siswa sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lisan karena CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan daripada kemampuan intelektualnya.
7.        Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
8.        Peran guru tidak terlalu penting karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan.
5.         Langkah-Langkah Pembelajaran dalam CTL.
Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran dalam CTL seperti[6]:
a.         Pendahuluan
1.        Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran yang akan dipelajari.
2.        Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL.
a)                  Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
b)                  Tiap kelompok ditugaskan melakukan observasi.
c)                  Melalui observasi, siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang ditemukan pada saat observasi tersebut .
3.        Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
b.         Inti.
Di lapangan.
1.        Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
2.        Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan di pasar sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
1.        Siswa mendiskusikan hasil temuannya sesuai dengan kelompok masing-masing.
2.        Siswa melaporkan hasil diskusi.
3.        Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
c.         Penutup
1.        Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah pasar sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai
2.        Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema pasar.


BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
CTL mempunyai 7 asas diantaranya konstructivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian nyata. Selain itu guru dan siswa mempunyai peranan yang berbeda. Peran guru dalam penerapan pendekatan ini harus memahami tiga tipe gaya belajar siswa yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetik.
Namun dari konsep CTL tetap mempunyai kelemahan dan kelebihan yang telah di paparkan dalam point pembahasan. Untuk menyikapi kelemahan dan kelebihan tesebut guru harus pandai mengatur strategi dalam memilih materi dan menyiasati kekurangannya tanpa mengabaikan gaya belajar siswa. Dalam penerapannya ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan seperti tahap pendahuluan, inti dan penutup.
B.       Penutup
Demikian uraian makalah kami yang berjudul Pendekatan CTL atau Contextual Teaching and Learning. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah kami ke depan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.







[1] Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Provesionalisme Guru Edisi Kedua, (Bandung : PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm 48.
[2] Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Provesionalisme Guru Edisi Kedua, (Bandung : PT Raja Grafindo Persada, 2012) hlm 50.
[3] Wina Sanjaya, Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung : Kencana Prenada Media, 2006), hlm 262-263.
[4] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta : Putra Grafika, 2009), hlm 104-106.
[6] Wina Sanjaya, Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Bandung : Kencana Prenada Media, 2006), hlm 270-271.

Kamis, 05 Juni 2014

makalah Pembelajaran QH MI

         I.               PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan hadits merupakan pedoman utama dalam memberikan tuntunan berperilaku bagi umat Islam. Segala bentuk tata pelaksanaan berkehidupan manusia di muka bumi ini harus berdasarkan pada dua sumber utama ajaran Islam tersebut. Sehingga upaya untuk menggali petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadits harus terus menerus dilakukan. Proses penggalian makna yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits merupakan tugas setiap muslim, yang dilakukan tanpa kenal lelah.
Belajar terus menerus untuk mendalami kandungan Al-Qur’an dan hadit smemang tidak mengenal batas umur. Meskipun demikian, jika proses mempelajari Al-Qur’an dan Hadits telah dimulai sejak dini, niscaya akan menghasilkan penguasaan yang lebih baik terhadap kandungan Al-Qur’an dan hadits. Usia anak-anak sekolah MI menjadi usia ideal untuk membelajarkan cara memahami kandungan Al-Qur’andan hadits. Proses pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits sebagai kelanjutan dari proses pembelajaran mengartikan Al-Qur’an dan hadits.
      II.               RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian desain pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits?
2.      Apa saja tahapan dalam memahami Al- Qur’an dan Hadits?
3.      Apa saja bentuk-bentuk evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits?
   III.               PEMBAHASAN
1.        Pengertian desain pembelajarn memahami Al - Qur’an dan Hadits.
a.     Desain pembelajaran memahami kandungan Al - Qur’an.
Memahami kandungan ayat-ayat Al - Qur’an menjadi ketrampilan yang sangat bagus yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan mampu memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an akan memudahkan seseorang untuk mewujudkannya dalam amaliah praktis. Sehingga, jika proses untuk memahami kandungan Al - Qur’an ini telah dimulai sejak usia sekolah dasar, maka pengetahuannya tentang tata cara memahami kandungan Al-Qur’an akan lebih berkualitas. Terlebih lagi dalam melaksanakan isi kandungannya.
Di Madrasah Ibtidaiyah, ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dipelajari pemahaman kandungannya adalah ayat-ayat yang terdapat dalam surat-surat tertentu dalam juz amma. Maka dalam mengajarkan isi kandungan ayat-ayat tersebut harus mencakup kandungan seluruh ayat dari satu surat.
b.    Desain pembelajaran memahami kandungan hadits.
Pembelajarn memahami kandungan hadits merupakan kelanjutan dari pembelajaran mengartikan hadits. Setelah siswa mengetahui arti harufiyah dari sebuah hadits, maka murid diajarkan untuk memahami isi kandungannya. Dengan memahami kandungan suatu hadits ada gilirannya akan mengantarkan siswa melaksanakan apa yang telah dipahaminya. [1]
2.        Tahapan-tahapan dalam  memahami kandungan Al - Qur’an dan Hadits.
                                        a)       Tahapan memahami isi kandungan Al - Quran.
1)   Kita harus mengetahui dan memahami filosofi Islam sebagai agama yang mendapat ridha Allah SWT.
2)   Kita harus mengetahui tata karma membaca Al - Qur’an.
3)   Kita harus mengetahui bahwa di dalam Al - Qur’an itu banyak sekali surah atau ayat yang mengandung perumpamaan atau berupa perumpamaan.
4)   Kita harus mempergunakan akal ketika mempelajari dan memahami Al - Qur’an.
5)   Kita harus mengetahui bahwa di dalam Al - Qur’an banyak sekali surah atau ayat yang mengandung hikmah atau tidak bisa langsung diartikan, akan tetapi memiliki arti tersirat.
6)   Kita harus mengetahui bahwa Al - Qur’an tidak diturunkan untuk menyusahkan manusia dan harus mendahulukan surah atau ayat yang lebih mudah dan tegas maksudnya untuk segera dilaksanakan.
7)   Kita harus mengetahui bahwa ayat - ayat di dalam Al - Qur’an terbagi dua macam ( Q. S. Ali Imran : 7 ), pertama, ayat - ayat muhkamat yakni ayat - ayat yang tegas, jelas maksudnya dan mudah dimengerti. Ayat - ayat muhkamat adalah pokok - pokok isi Al - Qur’an yang harus dilaksanakan oleh manusia dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya. Kedua, ayat - ayat yang mutasyabihat adalah ayat - ayat yang sulit dimengerti dan hanya Allah yang mengetahui makna dan maksudnya.
8)   Kita harus menjalankan isi kandungan Al - Qur’an sesuai dengan keadaan dan kesanggupannya masing-masing.[2]
                                        b)      Tahapan memahami isi kandungan hadits.
Dalam memahami hadits ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
1)        Memahami Al Hadits Sesuai Petunjuk Al Quran.
Untuk dapat memhami Al Hadits dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang buruk, maka kita haruslah memahaminya sesuai dengan petunjuk Al Quran.
2)        Menghimpun Hadits-Hadits yang Terjalin dalam Tema yang Sama.
Untuk berhasil memahami hadits secara benar kita harus menghimpun hadits shahih yang berkaitan dengan satu tema tertentu. Kemudian mengembalikan kandungan yang mutasyabih kepada yang muhkam, mengaitkan yang mutlak dengan yang muqoyyad, dan menafsirkan yang ‘am dengan yang khosh. Dengan cara itu dapatlah dimengerti maksudnya dengan lebih jelas dan tidak dipertentangkan antara hadits satu dan lainnya.
3)        Penggabungan atau Pentarjihan antara Hadits - Hadits yang Bertentangan.
Pada dasarnya nash-nash syari’ah tidak mungkin saling bertentangan. Sebab kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Karena itu, apabila diandaikan juga adanya pertentangan, maka hal itu hanya tampak dalam luarnya saja, bukan pada kenyataannya yang hakiki. Dan atas dasar itu kita wajib menghilangkannya dengan jalan seperti berikut:
a.         Penggabungan didahulukan sebagai pentarjihan.
Memahami hadits dengan baik termasuk hal yang sangat penting, yaitu dengan cara menyesuaikan antara berbagai hadits shohih yang redaksinya tampak solah - olah bertentangan, demikian pula makna kandungannya yang tampak berbeda. Cara yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan semua hadits dan kemudian dinilai secara proporsional sehingga dapat dipersatukan dan tidak saling berjauhan, saling menyempurnakan dan tidak saling bertentangan.
b.        Naskh dalam hadits.
Diantara persoalan kandungan hadits yang dianggap saling bertentangan adalah persoalan naskh (penghapusan) atau adanya hadits yang nasikh (yang menghapus suatu ketentuan) dan yang mansukh (yang terhapus berlakunya). Persoalan naskh ini, ada hubungannya dengan ilmu-ilmu Al -Qur’an sebagaimana ada hubungannya juga dengan ilmu hadits, namun dakwaan tentang adanya naskh dalam hadits tidak sebesar yang didakwahkan didalam Al – Qur’an. Apabila diteliti lebih jauh hadits - hadits yang diasumsikan sebagai mansukh tidaklah demikian.
Hal ini mengingat bahwa diantara hadits-hadits ada yang dimaksudkan sebagai ‘azimah (anjuran melakukan sesuatu walaupun secara berat), dan ada pula yang dimaksudkan sebagai rukhsoh (peluang untuk memilih yang lebih ringan pada suatu ketentuan). Dan karena itu, kedua-duanya mengandung kadar ketentuan yang berbeda, sesuai dengan kedudukannya masing - masing.
4)        Memahami Hadits Sesuai Dengan Latar Belakang, Sitiuasi dan Kondisi Serta Tujuannya.
Untuk dapat memahami hadits nabi dapat dengan memperhatikan sebab - sebab khusus yang melatar belakangi diucapkannya suatu hadits, atau terkait dengan suatu ‘illah tertentu yang dinyatakan dalam hadits tersebut, ataupun dapat dipahami dari kejadian yang menyertainya
5)        Memastikan Makna dan Konotasi Kata-Kata dalam Hadits.
Dalam memahami hadits dengan sebaik - baiknya penting sekali untuk memastikan makna dan konotasi kata - kata yang digunakan dalam susunan kalimat hadits. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dari suatu masa ke masa lainnya. Adakalanya suatu kelompok manusia menggunakan kata-kata tertentu untuk menunjuk pada makna-makna tertentu pula. Akan tetapi yang ditakutkan di sini adalah apabila mereka menafsirkan kata-kata tersebut yang digunakan dalam hadits (atau juga dalam al Quran) sesuai dengan istilah mereka yang baru (atau yang hanya digunakan dikalangan mereka saja). Disini akan timbul kerancuan dan kekeliruan.[3]
3.        Bentuk-bentuk evaluasi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits
Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakuakan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Dalam pembalajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits keterlibatan peran keluarga, terutama orang tua sangat mendukung dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Dalam evaluasi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits terdapat dua penilaian yakni penilaian proses dan penilaian hasil.
                                        a)       Penilaian proses
Bentuk evalauasi yang tepat untuk dipakai menilai keberhasilan proses pembelajaran materi mamahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah dengan teknik untuk kerja, untuk mengetahui seberapa bagus pemahaman siswa terhadap kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang telah dipelajari.
                                        b)      Penilaian hasil
Bentuk evalauasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang tepat untuk materi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah tes obyektif dan subyektif dengan teknik lisan atau tulis. Tes ini akan dipakai untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami cara memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits serta sikap mereka setelah menguasai cara memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu dibutuhkan latihan-latihan yang bisa membantu siswa untuk menguasai materi ini dengan lebih baik.[4]
   IV.               KESIMPULAN
Desain memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits, ketika memahami kandungan ayat-ayat Al - Qur’an menjadi ketrampilan yang sangat bagus yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan mampu memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an akan memudahkan seseorang untuk mewujudkannya dalam amaliah praktis. Sedangkan memahami kandungan hadits  merupakan kelanjutan dari pembelajaran mengartikan hadits. Setelah siswa mengetahui arti harufiyah dari sebuah hadits, maka murid diajarkan untuk memahami isi kandungannya.
Tahap memahami Al-Qur’an dan Hadits. Ada beberapa tahap dalam memahami hadits yaitu, memahami al hadits sesuai petunjuk Al-Qur’an, menghimpun hadits-hadits yang terjalin dalam tema yang sama, penggabungan atau pentarjiahan antara hadits-hadits yang bertentangan, memehami hadits sesuai dengan latar belakang, situasi, kondisi serta tujuannya, memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadits.
Dalam evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits terdapat dua penilaian yakni penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses, Bentuk evalauasi yang tepat untuk dipakai menilai keberhasilan proses pembelajaran materi mamahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah dengan teknik untuk kerja, untuk mengetahui seberapa bagus pemahaman siswa terhadap kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang telah dipelajari. Sedangkan penilaian hasil, Bentuk evalauasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang tepat untuk materi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah tes obyektif dan subyektif dengan teknik lisan atau tulis.
      V.               PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat pemaklalah paparkan mengenai “desain dan evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits”.Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.Kami menyadari bahwa dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan, kami memohon kritik dan saran yang membangun dari teman-teman supaya makalah kami yang selanjutnya menjadi lebih baik lagi.




[1] Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM, 2009), hlm. 234-237
[4]Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Quran dan Hadits,……., hlm240-241.