I.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan hadits merupakan pedoman utama dalam memberikan
tuntunan berperilaku bagi umat Islam. Segala bentuk tata pelaksanaan berkehidupan manusia di
muka bumi ini harus berdasarkan pada dua sumber utama ajaran Islam tersebut. Sehingga
upaya untuk menggali petunjuk yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadits harus
terus menerus dilakukan. Proses
penggalian makna yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan hadits merupakan tugas setiap muslim, yang dilakukan tanpa kenal
lelah.
Belajar terus
menerus untuk mendalami kandungan Al-Qur’an dan hadit smemang
tidak mengenal batas umur. Meskipun demikian, jika proses mempelajari Al-Qur’an
dan Hadits telah dimulai sejak dini, niscaya akan menghasilkan penguasaan yang
lebih baik terhadap kandungan Al-Qur’an dan hadits. Usia anak-anak sekolah MI
menjadi usia ideal untuk membelajarkan cara memahami kandungan Al-Qur’andan
hadits. Proses pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits sebagai kelanjutan
dari proses pembelajaran mengartikan Al-Qur’an dan hadits.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian desain pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits?
2.
Apa saja tahapan dalam memahami Al- Qur’an dan Hadits?
3.
Apa saja bentuk-bentuk evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an dan
Hadits?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian desain pembelajarn memahami Al - Qur’an
dan Hadits.
a.
Desain pembelajaran memahami kandungan Al - Qur’an.
Memahami kandungan ayat-ayat Al - Qur’an
menjadi ketrampilan yang sangat bagus yang harus dimiliki oleh seorang muslim.
Dengan mampu memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an akan memudahkan seseorang
untuk mewujudkannya dalam amaliah praktis. Sehingga, jika proses untuk memahami
kandungan Al - Qur’an
ini telah dimulai sejak usia sekolah dasar, maka pengetahuannya tentang tata
cara memahami kandungan Al-Qur’an akan lebih berkualitas. Terlebih lagi dalam
melaksanakan isi kandungannya.
Di Madrasah Ibtidaiyah, ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dipelajari
pemahaman kandungannya adalah ayat-ayat yang terdapat dalam surat-surat
tertentu dalam juz amma. Maka dalam mengajarkan isi kandungan ayat-ayat
tersebut harus mencakup kandungan seluruh ayat dari satu surat.
b.
Desain pembelajaran memahami kandungan hadits.
Pembelajarn memahami kandungan hadits merupakan kelanjutan dari
pembelajaran mengartikan hadits. Setelah
siswa mengetahui arti harufiyah dari sebuah hadits, maka murid diajarkan untuk
memahami isi kandungannya. Dengan memahami kandungan suatu hadits ada
gilirannya akan mengantarkan siswa melaksanakan apa yang telah dipahaminya. [1]
2.
Tahapan-tahapan dalam memahami kandungan Al - Qur’an
dan Hadits.
a)
Tahapan memahami isi kandungan Al - Qur’an.
1)
Kita harus mengetahui dan memahami filosofi Islam sebagai agama
yang mendapat ridha Allah SWT.
2)
Kita harus mengetahui tata karma membaca Al -
Qur’an.
3)
Kita harus mengetahui bahwa di dalam Al - Qur’an
itu banyak sekali surah atau ayat yang mengandung perumpamaan atau berupa
perumpamaan.
4)
Kita harus mempergunakan akal ketika mempelajari dan memahami Al -
Qur’an.
5)
Kita harus mengetahui bahwa di dalam Al -
Qur’an banyak sekali surah atau ayat yang mengandung hikmah atau tidak bisa
langsung diartikan, akan tetapi memiliki arti tersirat.
6)
Kita harus mengetahui bahwa Al -
Qur’an tidak diturunkan untuk menyusahkan manusia dan harus mendahulukan surah
atau ayat yang lebih mudah dan tegas maksudnya untuk segera dilaksanakan.
7)
Kita harus mengetahui bahwa ayat -
ayat di dalam Al - Qur’an terbagi
dua macam ( Q. S. Ali Imran : 7 ), pertama, ayat -
ayat muhkamat yakni ayat - ayat yang
tegas, jelas maksudnya dan mudah dimengerti. Ayat -
ayat muhkamat adalah pokok - pokok isi Al -
Qur’an yang harus dilaksanakan oleh manusia dan dijadikan sebagai pedoman dalam
kehidupannya. Kedua, ayat - ayat yang
mutasyabihat adalah ayat - ayat yang
sulit dimengerti dan hanya Allah yang mengetahui makna dan maksudnya.
8)
Kita harus menjalankan isi kandungan Al -
Qur’an sesuai dengan keadaan dan kesanggupannya masing-masing.[2]
b)
Tahapan memahami isi kandungan hadits.
Dalam
memahami hadits ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi diantaranya yaitu:
1)
Memahami Al Hadits Sesuai
Petunjuk Al Qur’an.
Untuk dapat memhami Al
Hadits dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan
penafsiran yang buruk, maka kita haruslah memahaminya sesuai dengan petunjuk Al
Qur’an.
2)
Menghimpun Hadits-Hadits yang
Terjalin dalam Tema yang Sama.
Untuk berhasil memahami hadits secara benar kita harus menghimpun
hadits shahih yang berkaitan dengan satu tema tertentu. Kemudian mengembalikan kandungan yang mutasyabih kepada
yang muhkam, mengaitkan yang mutlak dengan yang muqoyyad, dan menafsirkan yang
‘am dengan yang khosh. Dengan
cara itu dapatlah dimengerti maksudnya
dengan lebih jelas dan tidak dipertentangkan antara hadits satu dan lainnya.
3)
Penggabungan atau Pentarjihan
antara
Hadits - Hadits
yang
Bertentangan.
Pada dasarnya nash-nash syari’ah
tidak mungkin saling bertentangan. Sebab kebenaran tidak akan bertentangan
dengan kebenaran. Karena itu, apabila diandaikan juga adanya pertentangan, maka
hal itu hanya tampak dalam luarnya saja, bukan pada kenyataannya yang hakiki.
Dan atas dasar itu kita wajib menghilangkannya dengan jalan seperti berikut:
a.
Penggabungan didahulukan sebagai pentarjihan.
Memahami hadits dengan baik termasuk hal yang sangat penting, yaitu
dengan cara menyesuaikan antara berbagai hadits shohih yang redaksinya tampak solah - olah
bertentangan, demikian pula makna kandungannya yang tampak berbeda. Cara yang
digunakan yaitu dengan mengumpulkan semua hadits dan kemudian dinilai secara
proporsional sehingga dapat dipersatukan dan tidak saling berjauhan, saling
menyempurnakan dan tidak saling bertentangan.
b.
Naskh dalam hadits.
Diantara persoalan kandungan hadits yang dianggap saling
bertentangan adalah persoalan naskh (penghapusan) atau adanya hadits yang
nasikh (yang menghapus suatu ketentuan) dan yang mansukh (yang terhapus berlakunya). Persoalan naskh ini, ada hubungannya dengan ilmu-ilmu Al -Qur’an
sebagaimana ada hubungannya juga dengan ilmu hadits, namun dakwaan tentang
adanya naskh dalam hadits tidak sebesar yang didakwahkan didalam Al – Qur’an. Apabila
diteliti lebih jauh hadits - hadits yang diasumsikan sebagai mansukh tidaklah
demikian.
Hal ini mengingat bahwa diantara hadits-hadits
ada yang dimaksudkan sebagai ‘azimah (anjuran melakukan sesuatu walaupun secara
berat), dan ada pula yang dimaksudkan sebagai rukhsoh (peluang untuk memilih
yang lebih ringan pada suatu ketentuan). Dan karena itu, kedua-duanya mengandung kadar ketentuan yang
berbeda, sesuai dengan kedudukannya masing - masing.
4)
Memahami Hadits Sesuai Dengan Latar Belakang, Sitiuasi dan
Kondisi Serta Tujuannya.
Untuk dapat memahami hadits nabi dapat dengan memperhatikan sebab - sebab
khusus yang melatar belakangi diucapkannya suatu hadits, atau terkait dengan
suatu ‘illah tertentu yang dinyatakan dalam hadits tersebut, ataupun dapat
dipahami dari kejadian yang menyertainya
5)
Memastikan Makna dan Konotasi
Kata-Kata dalam Hadits.
Dalam memahami hadits dengan sebaik - baiknya
penting sekali untuk memastikan makna dan konotasi kata - kata
yang digunakan dalam susunan kalimat hadits. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah
dari suatu masa ke masa lainnya. Adakalanya suatu kelompok manusia menggunakan
kata-kata tertentu untuk menunjuk pada makna-makna tertentu pula. Akan tetapi
yang ditakutkan di sini adalah apabila mereka menafsirkan kata-kata tersebut
yang digunakan dalam hadits (atau juga dalam al Quran) sesuai dengan istilah
mereka yang baru (atau yang hanya digunakan dikalangan mereka saja). Disini
akan timbul kerancuan dan kekeliruan.[3]
3.
Bentuk-bentuk evaluasi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an
dan Hadits
Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakuakan oleh guru untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan. Dalam pembalajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits
keterlibatan peran keluarga, terutama orang tua sangat mendukung dalam
meningkatkan mutu pembelajaran.
Dalam evaluasi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits terdapat dua penilaian yakni penilaian proses dan
penilaian hasil.
a)
Penilaian proses
Bentuk evalauasi yang tepat untuk dipakai menilai keberhasilan
proses pembelajaran materi mamahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah
dengan teknik untuk kerja, untuk mengetahui seberapa bagus pemahaman siswa
terhadap kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang telah dipelajari.
b)
Penilaian hasil
Bentuk evalauasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang
tepat untuk materi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah
tes obyektif dan subyektif dengan teknik lisan atau tulis. Tes ini akan dipakai untuk mengukur kemampuan siswa dalam
memahami cara memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits serta sikap mereka
setelah menguasai cara memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu dibutuhkan latihan-latihan yang bisa membantu siswa
untuk menguasai materi ini dengan lebih baik.[4]
IV.
KESIMPULAN
Desain memahami kandungan Al-Qur’an dan
Hadits, ketika memahami kandungan
ayat-ayat Al - Qur’an
menjadi ketrampilan yang sangat bagus yang harus dimiliki oleh seorang muslim.
Dengan mampu memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an akan memudahkan seseorang
untuk mewujudkannya dalam amaliah praktis. Sedangkan memahami kandungan hadits merupakan
kelanjutan dari pembelajaran mengartikan hadits. Setelah
siswa mengetahui arti harufiyah dari sebuah hadits, maka murid diajarkan untuk
memahami isi kandungannya.
Tahap memahami Al-Qur’an dan Hadits. Ada
beberapa tahap dalam memahami hadits yaitu, memahami al hadits sesuai petunjuk
Al-Qur’an, menghimpun hadits-hadits yang terjalin dalam tema yang sama,
penggabungan atau pentarjiahan antara hadits-hadits yang bertentangan, memehami
hadits sesuai dengan latar belakang, situasi, kondisi serta tujuannya,
memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadits.
Dalam evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an
dan Hadits terdapat dua penilaian yakni penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses, Bentuk evalauasi yang tepat untuk dipakai menilai keberhasilan
proses pembelajaran materi mamahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits adalah
dengan teknik untuk kerja, untuk mengetahui seberapa bagus pemahaman siswa
terhadap kandungan Al-Qur’an dan Hadits yang telah dipelajari. Sedangkan
penilaian hasil, Bentuk evalauasi untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran
yang tepat untuk materi pembelajaran memahami kandungan Al-Qur’an dan Hadits
adalah tes obyektif dan subyektif dengan teknik lisan atau tulis.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat pemaklalah paparkan mengenai “desain
dan evaluasi pembelajaran memahami Al-Qur’an dan Hadits”.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.Kami menyadari bahwa dalam
makalah kami ini masih banyak kekurangan, kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari teman-teman supaya makalah
kami yang selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
[1]
Ahmad Lutfi, Pembelajaran Al-Quran dan Hadits, (Jakarta: DIREKTORAT
JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM, 2009), hlm. 234-237
[2]http://sovialfi.blogspot.com/2011/02/tahapan-memahami-isi-kandungan-al-quran.html
diunduh pada tanggal 23 Mei 2014 pukul 12;55.
[3]http://ulyaaaaa.blogspot.com/2013/03/kaidah-kaidah-pemahaman-hadits-i.html
diunduh pada tanggal 23 Mei 2014 pukul 12;50.
[4]Ahmad
Lutfi, Pembelajaran Al-Quran dan Hadits,……., hlm240-241.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar